Technologue.id, Jakarta - Desakan Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian kepada Apple terkait pemenuhan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) iPhone 16 di Indonesia belum membuahkan hasil. Raksasa teknologi yang berbasis di Cupertino, California, itu belum mau merealisasikan komitmen investasi terhutang sebesar Rp 271 miliar.
Apple sendiri telah berusaha agar iPhone 16 dapat segera beredar. Terkini, Apple dikabarkan menawarkan investasi baru ke pemerintah Indonesia dengan nilai sekitar 100 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,58 triliun selama dua tahun. Tetapi pemerintah Indonesia menginginkan Apple untuk mengeluarkan dana investasi 1 miliar dollar AS atau sekitar Rp 15,8 triliun untuk satu tahun.
Ekonom dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Teuku Riefky menyebut Apple belum melirik Indonesia sebagai destinasi investasi utama dikarenakan ada beberapa faktor. Diantaranya kendala kemudahan berinvestasi dan kepastian hukum.
Baca Juga:
Apple Bujuk Indonesia dengan Investasi Rp1,5 Triliun Demi iPhone 16
"Kalau dibanding negara-negara Afrika, kita masih oke dalam hal kemudahan berinvestasi. Tapi bila dibandingkan negara-negara alternatif investasi Apple, kita sangat tertinggal dalam hal birokrasi yang efisien," katanya, dalam Selular Business Forum (SBF) dengan tema "Menghitung Untung Rugi Larangan iPhone 16 Bagi Masyarakat dan Negara", Kamis (5/12/2024).
Belum lagi mengenai sistem penegakan hukum yang lemah di Indonesia. Selain itu, sistem hukum di Indonesia juga sering kali berubah-ubah sehingga membuat ragu para investor, termasuk Apple, untuk menanamkan modal ataupun membangun pabrik sebagai solusi memenuhi TKDN.
"Peraturan Pemerintah Pusat dan Daerah sering berbeda. Ditambah, banyak hidden cost. Misalkan taruh investasi tapi perizinan tidak keluar, atau regulasi perdagangan cukup sering berubah, akan membuat investor mempertanyakan untuk berinvestasi di Indonesia," ungkapnya.
Menurut Riefky, pemerintah belum tepat bila membandingkan investasi yang Apple lakukan di Indonesia dengan negara lainnya, misalnya Vietnam. Sebelumnya, Apple hanya menggelontorkan Rp 158 miliar di Indonesia dengan wujud pembentukan akademi. Sementara untuk Vietnam, Apple mengucurkan Rp 256,22 triliun dengan 200 ribu lapangan pekerjaan.
Ekonom UI itu menyebut jika dibandingkan Vietnam, prosedur administrasi untuk memulai usaha di Indonesia ternyata lebih panjang dan lebih ribet.
“Menurut World Bank, ada 11 dokumen untuk memulai usaha di Indonesia sedangkan di Vietnam hanya 8. Bahkan jumlah dokumen perpajakan di Indonesia ada 26 sedangkan Vietnam hanya 6. Belum lagi durasi untuk melengkapi dokumen ekspor impor di Indonesia bisa berhari-hari, sedangkan di Vietnam hanya hitungan jam,” tandas Riefky.
Baca Juga:
Indonesia Larang iPhone 16, Pengamat: Pemerintah Tegas Saja!
“Itu baru dengan Vietnam, dan Indonesia masih jauh lagi tertinggal dari negara-negara lain seperti China, Arab Saudi bahkan Singapura,” lanjutnya.
Selain itu ada juga sejumlah hambatan jika ingin berinvestasi di Indonesia seperti sektor ketenagakerjaan, inovasi, pembiayaan, kepastian hingga tingkat korupsi. Hal tersebut yang membuat Apple akan berpikir dua kali untuk memasukan uangnya untuk berinvestasi di Indonesia. “Mungkin 20 tahun lalu, kualitas SDM (sumber daya manusia) Indonesia lebih unggul dari Vietnam, tetapi kini dan beberapa tahun kedepan akan terbalik. Skill gap masih sangat besar,” jelasnya.
Riefky menjelaskan jika Apple adalah perusahan bisnis dan tentu akan memilih tempat investasi yang menguntungkan mereka. “Apple akan melakukan investasi dan menempatkan uangnya jika mereka merasa mendapatkan keuntungan dan mereka melihat Vietnam lebih baik daripada Indonesia,” jelasnya.