Contact Information

Alamat: Komplek Rumah Susun Petamburan Blok 1 Lantai Dasar, Tanah Abang - Jakpus 10260

We're Available 24/ 7. Call Now.
Seberapa Besar Peran Serangan Cyber dalam Perang Rusia-Ukraina?
SHARE:

Technologue.id, Jakarta - Sepanjang tahun 2021, Rusia telah mengumpulkan sebagian besar kekuatan tempur konvensionalnya di perbatasan timur Ukraina. Hal ini pun sontak diinterpretasikan secara berbeda oleh berbagai ahli. Para analis menawarkan prediksi yang kontras tentang peran yang akan dimainkan dunia maya dalam konflik bersenjata ini. Prediksinya berkutat pada apakah konflik di dunia maya ini mampu menggantikan konflik konvensional atau justru memperburuknya.

Ketika perang telah berkembang, analis dari kedua sisi perdebatan tersebut praktis keliru. Operasi cyber nyatanya tidak menggantikan invasi militer. Sampai saat ini pun, Pemerintah Rusia belum menggunakan operasi cyber sebagai bagian integral dari kampanye militernya.

Lantas, apa peran operasi cyber dalam perang yang saat ini tengah terjadi antara Rusia dan Ukraina? Operasi cyber dianggap paling efektif dalam mengejar tujuan informasi, seperti mengumpulkan intelijen, mencuri teknologi, atau memenangkan opini publik atau debat diplomatik. Sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam peperangan modern, teknologi baru menggantikan taktik militer tradisional. Misalnya, AS telah menggunakan drone secara ekstensif, termasuk dalam konflik di Yaman dan Pakistan di mana pesawat berawak dan pasukan darat akan sulit atau tidak mungkin digunakan.

Baca juga:
QR Code Menyimpan Bahaya Serangan Siber, ITSEC Asia Berikan Tips dalam Menggunakannya

Secara teori, operasi cyber bisa memainkan peran taktis dalam invasi Rusia ke Ukraina. Namun, pemerintah Rusia belum menggunakan operasi cyber sebagai bagian dari strategi militernya. Ketika Rusia menginvasi Ukraina, peretas dengan mudah mengakses komunikasi satelit untuk ribuan orang.

Rusia sendiri memiliki kemampuan siber yang canggih, dan para peretasnya telah berhasil menembus jaringan Ukraina selama bertahun-tahun. Hal ini sontak menimbulkan banyak pertanyaan mengapa Rusia tidak menggunakan operasi cyber untuk memberikan dukungan taktis dalam kampanye militernya di Ukraina.

Sebagian besar negara-negara di dunia cenderung menggunakan dua jenis operasi secara independent. Menariknya, perang siber dianggap paling efektif untuk mengumpulkan intelijen, mencuri teknologi, atau memenangkan opini publik atau debat diplomatik.

Sebaliknya, ada juga negara yang menggunakan bentuk konflik tradisional untuk mengontrol aset berwujud, seperti merebut sumber daya atau menduduki wilayah. Berbagai tujuan yang dimiliki oleh Vladimir Putin ialah untuk menginvasi Ukraina, seperti mencegah Ukraina bergabung dengan NATO, menggantikan pemerintah atau melawan senjata pemusnah massal fiktif Ukraina.

Namun beberapa pihak menilai terdapat tumpang tindih antara strategi front cyber dan konvensional di Ukraina. Militer Rusia mungkin menganggap operasi dunia maya tidak efektif untuk dilakukan. Kebaruan operasi siber sebagai alat perang menyulitkan koordinasi dengan operasi militer konvensional. Selain itu, target militernya juga tidak dapat diakses oleh peretas karena mereka mungkin kekurangan konektivitas internet.

Meskipun begitu, terdapat sedikit sekali bukti yang menyatakan bahwa pemerintah Rusia bermaksud menggunakan operasi cyber untuk melengkapi operasi militernya. Temuan George Institute of Technology menunjukkan jika kelompok peretas dalam konflik menghadapi kesulitan yang cukup besar ketika menanggapi peristiwa medan perang, apalagi membentuknya.

Target utama kampanye digital Rusia di Ukraina adalah warga Ukraina biasa. Sampai saat ini, operasi cyber Rusia telah berusaha untuk menabur kepanikan dan ketakutan, mengacaukan negara dari dalam, dengan menunjukkan ketidakmampuan negara untuk mempertahankan infrastrukturnya, misalnya, dengan merusak atau menonaktifkan situs web.

Diketahui Rusia telah menggunakan kampanye informasi untuk mencoba memenangkan "hati dan pikiran" Ukraina. Sebelum dimulainya konflik, sekretaris pers Gedung Putih Jen Psaki memperingatkan peningkatan 2.000% dari rata-rata harian pada bulan November dalam konten media sosial berbahasa Rusia. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan dari operasi informasi ini ialah untuk membuat intervensi Rusia atas dasar kemanusiaan dan untuk membangun dukungan untuk intervensi di antara publik Ukraina. Tindakan domestik pemerintah Rusia menekankan nilai kepemimpinannya pada operasi informasi.

Rusia kemungkinan akan terus melakukan kampanye informasi untuk mempengaruhi Ukraina, publik domestiknya, dan khalayak internasional. Tidak ketinggalan, Rusia juga kemungkinan akan berusaha untuk lebih menembus jaringan Ukraina untuk mengakses informasi yang berpotensi membantu operasi militernya. Tetapi karena operasi siber belum sepenuhnya diintegrasikan ke dalam kampanye militernya sejauh ini, operasi siber kemungkinan akan terus memainkan peran sekunder dalam konflik.

SHARE:

Galaxy S25 Bakal Beredar di Pasar Global Mulai Februari 2025?

3 Peningkatan yang Diharapkan Hadir di Apple iPhone SE 4